Jakarta - Mekanisme evaluasi yang rutin dan berbasis di lokus pembangunan menjadi strategi Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (KEPP-OKP). Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian mengungkapkan hal ini setelah menerima pengarahan dari Presiden RI bersama kepala daerah se-Papua.
Dalam paparannya, Mendagri menyebutkan bahwa KEPP-OKP telah aktif bekerja tak lama setelah pelantikannya pada Oktober 2025. Komite telah menyelenggarakan serangkaian diskusi internal dan rapat koordinasi dengan Mendagri serta seluruh kepala daerah Papua tepat sehari sebelum acara di Istana Negara. Rapat tersebut membahas pola kerja komite dalam melakukan sinkronisasi.
Sinkronisasi dan harmonisasi menjadi fokus utama karena kompleksitas pembangunan di Papua. Berbagai program sektoral dari kementerian dan lembaga berjalan tanpa koordinasi yang kuat, sementara wilayah pemerintahan telah berkembang menjadi enam provinsi. Kondisi ini menuntut adanya satu pintu koordinasi yang mampu menyelaraskan semua inisiatif pembangunan agar memberikan hasil yang maksimal bagi masyarakat.
Baca Juga: Revisi UU Kehutanan Jadi Momentum Perketat Aturan Izin Dan Alih Fungsi Hutan
Selain membahas sinkronisasi, Mendagri juga menyentuh pentingnya penyempurnaan Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Papua yang dirilis Bappenas. Penyempurnaan harus melibatkan kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2024 dalam sebuah dialog konstruktif. Tujuannya adalah memadukan kebijakan pusat dengan aspirasi daerah, menciptakan rencana yang komprehensif dan diterima semua pihak.
Berdasarkan Keputusan Presiden yang menjadi dasar hukumnya, KEPP-OKP tidak hanya bertugas menyinkronkan, tetapi juga mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan program. Mendagri menegaskan bahwa evaluasi akan dilakukan secara reguler. Untuk efektivitas, komite akan menempatkan kantor operasionalnya di Jayapura, ibukota provinsi Papua, dan menjalankan evaluasi setiap tiga atau empat bulan sekali.
Hasil dari evaluasi periodik ini memiliki peran ganda. Pertama, menjadi dasar untuk meningkatkan koordinasi dan perbaikan program di antara kementerian dan lembaga terkait. Kedua, hasil evaluasi dapat menjadi bahan pelaporan khusus kepada Presiden Republik Indonesia, terutama apabila ditemukan masalah yang memerlukan intervensi kebijakan atau keputusan strategis di tingkat tertinggi.
Dengan mekanisme ini, diharapkan tidak ada lagi program yang berjalan tanpa pemantauan dan evaluasi yang ketat. Mendagri berharap seluruh upaya terkoordinasi ini pada akhirnya bermuara pada dampak nyata di tanah Papua. Percepatan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan diyakini akan membawa perubahan signifikan pada tingkat kesejahteraan masyarakat Papua.